Pengembangan Sawit di Era Revolusi Industri 4.0

Indonesia memiliki lahan pertanian yang luas dengan ketersediaan sumber daya alam yang melimpah. Sektor pertanian merupakan sektor primer yang berpengaruh pada kekuatan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Menurut Karina dan Sutrisna dalam Aryawati dan Budhi (2018), pertanian merupakan sektor strategis untuk meningkatkan perekonomian Indonesia meskipun memiliki kontribusi yang kecil, tetapi sangat menentukan kesejahteraan pangan masyarakat. Hal itu sejalan dengan besarnya persentase masyarakat Indonesia yang bekerja pada sektor pertanian. Tiga lapangan pekerjaan yang menyerap tenaga kerja paling banyak selama Februari 2021, antara lain sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan yang telah berhasil menyerap tenaga kerja hingga 38,78 juta orang atau setara 29,59 persen, posisi kedua diikuti sektor perdagangan besar dan eceran sebesar 19,20 persen, dan posisi ketiga ditempati sektor industri pengolahan sebesar 13,60 persen (Keterangan BPS dalam Liputan6.com, 2021).

Populasi penduduk dunia diprediksi mengalami kenaikan hingga 9,8 miliar pada tahun 2050 (Soekarwo dalam harian Jawa Pos, 2021). Pertambahan populasi dapat berdampak pada peningkatan permintaan terhadap hasil pertanian sebagai sumber kehidupan yang sangat dibutuhkan oleh setiap individu. Sawit merupakan komoditas pertanian yang sangat diminati. Peningkatan permintaan minyak kelapa sawit berbanding lurus dengan peningkatan kesejahteraan petani sawit. Oleh karena itu, ketangguhan sawit yang tercermin dalam kualitas produksi minyak kelapa sawit dengan harga produk yang dapat bersaing dalam pasar dunia dengan Negara pengekspor sawit lain merupakan hal yang sangat penting untuk dipikirkan petani sawit demi memperkuat pertumbuhan ekonomi Indonesia di Era Revolusi Industri 4.0.

Terdapat beberapa persyaratan agar produksi tanaman kelapa sawit optimal serta memiliki mutu yang baik, diantaranya adalah penggunaan benih unggul, pengelolaan kebun yang professional dan pemupukan yang tepat jenis, jumlah, dosis dan waktunya (BPTP Jambi, 2015). Era Revolusi Industri 4.0 merupakan istilah yang menggambarkan perkembangan industri teknologi di dunia yang berfokus pada teknologi digital. Sektor pertanian pada Era Revolusi Industri 4.0 perlu memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan kualitas hasil pertanian dan berdaya saing global. Menurut Al Haboby et. al. (2016), peningkatan produktivitas pertanian harus menjadi prioritas untuk mencapai perbaikan hasil yang berkelanjutan dan melibatkan peningkatan teknologi pertanian, serta manajemen termasuk perbaikan perairan tanah dan pengelolaan pasca panen.


Indonesia merupakan negara dengan luas areal tanam dan produksi kelapa sawit terbesar di dunia. Menurut BPS (2021) perkebunan besar di Indonesia didominasi oleh tanaman kelapa sawit pada tahun 2020, jumlahnya mencapai 8,9 juta hektare, naik hampir 300 ribu hektare dibandingkan tahun sebelumnya (8,6 juta hektare). Besarnya jumlah penduduk Indonesia  mempengaruhi konsumsi minyak kelapa sawit yang dihasilkan. Menurut Prasetyo, et. al. (2017), konsumen di Indonesia pada umumnya sangat menyukai dan menggunakan minyak kelapa sawit untuk pemenuhan kebutuhan minyak goreng dalam keperluan hidup sehari-hari. Sumber daya alam Indonesia yang melimpah diikuti pula dengan produksi minyak kelapa sawit yang melimpah. Minyak kelapa sawit yang dihasilkan sudah mencukupi kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahkan masih dapat diekspor keluar negeri. Kelebihan produksi yang dialami Indonesia menyebabkan Indonesia mengekspor minyak kelapa sawit keberbagai negara. Perkembangan ekspor CPO Indonesia berdasarkan data Direktorat Jendral Perkebunan (2018) pada tahun 1981 sebesar 196.361 ton naik menjadi 12.075.116 ton pada tahun 2016 atau naik rata-rata 11% per tahun.

Ketangguhan Sawit tercermin pada kualitas dan harga jual minyak kelapa sawit yang mampu bersaing dalam pasar dunia. Harga jual minyak kelapa sawit dipengaruhi oleh harga input produksi. Input produksi kelapa sawit yang meliputi pupuk, pestisida, mesin, dan peralatan budidaya perlu dihasilkan sendiri agar biaya produksi lebih kecil. Pemanfaatan teknologi di Era Revolusi Industri 4.0 ini perlu lebih besar diterapkan dalam kegiatan produksi sehingga diperoleh alternatif input produksi yang lebih efektif dan efisien untuk menghasilkan minyak kelapa sawit yang berkualitas unggul. Input produksi yang dihasilkan sendiri akan menjadi lebih rendah sehingga dapat menekan biaya produksi dan menghasilkan minyak kelapa sawit dengan harga jual yang mampu bersaing di pasar dunia. Menurut Harahap, et. al. (2018), efisiensi tidaknya produksi suatu komoditi yang bersifat treadable tergantung pada daya saingnya di pasar dunia. Hal yang tidak kalah penting dalam ekspor minyak kelapa sawit adalah branding, packaging, dan pemasaran yang lebih luas dengan pemanfaatan teknologi digital.

Pendidikan dan pelatihan bagi petani sawit terkait penggunaan teknologi digital dan penyerapan petani sawit milenial yang mampu mengiplementasikan teknologi digital perlu dilakukan agar dapat meningkatkan ketangguhan sawit di Era Revolusi Industri 4.0 ini. Sumber daya alam yang melimpah perlu didukung dengan sumber daya manusia yang handal dalam menghasilkan input produksi sendiri agar biaya input produksi dapat ditekan. Peralatan produksi yang praktis dan efektif perlu dihasilkan sendiri sehingga produksi benih sawit tidak hanya dilakukan dengan cara tradisional, besar harapan benih yang dihasilkan lebih unggul kualitasnya. Selain itu, perlu metode dan peralataan yang tepat untuk menghasilkan pupuk dan pestisida yang berkualitas. Pengelolaan kebun sawit yang professional dengan penerapan teknologi digital pun perlu dilakukan, contohnya pemanfaatan internet of things (IoT) yang hemat daya untuk pemupukan sehingga tepat jenis, dosis, dan waktunya sehingga lebih efektif dan efisien. Waktu penyemprotan yang lebih singkat, jangkauan yang lebih luas, kemudahan mengontrol alat, dan hemat daya tarik penerapan IoT di Era Revolusi Industri 4.0 ini. Kegiatan penyemprotan pestisida dan pemupukan pun dapat dipantau melalui aplikasi yang terhubung dengan sensor alat tersebut.

Era Revolusi Industri 4.0 memberi tantangan tersendiri bagi petani sawit di Indonesia. Para petani sawit harus mengikuti perkembangan jaman dan meng-upgrade kemampuan diri sehingga tidak tertinggal dalam persaingan pasar dunia. Hal ini tentunya perlu dukungan pemerintah serta pihak terkait agar dapat terwujud petani sawit yang melek teknologi dan dapat mengimplementasikan teknologi dalam proses produksi maupun pemasaran minyak kelapa sawit demi terciptanya ketangguhan sawit dalam memperkuat pertumbuhan ekonomi Indonesia di Era Revolusi Industri 4.0 ini.


4 Macam Muatan B3 Yang Banyak Ditemukan di Jalan Raya

 

Di era perkembangan industri sekarang ini, sering kali kita menjumpai truk berjenis tangki yang mondar-mandir di jalan raya. Kadang kala kita menyangka bahwa truk tangki itu hanya mengangkut BBM saja. Kebanyakan orang tahunya hanya BBM, karena kesehariannya hanya menggunakan BBM untuk menjalankan kendaraannya.

Selain truk tangki BBM, truk tangki selanjutnya adalah truk tangki pengangkut air segar atau air minum yang berasal dari gunung atau pegunungan. Truk pengangkut air ini biasanya tidak memerlukan semacam peringatan khusus bagi pengendara yang berada di dekatnya.

Selain kedua jenis truk tangki tersebut, masih ada lho jenis truk tangki selain itu. Truk tangki itu dinamakan truk tangki pengangkut B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun). Biasanya truk itu dipasangi peringatan semacam “Jaga Jarak” “Bahan Beracun” atau “Mudah Terbakar” ataupun yang lain sejenisnya seperti yang terdapat pada truk tangki pengangkut BBM.

Sebenarnya jenis angkutan B3 itu tidak hanya truk tangki saja, ada juga pengangkut B3 itu berupa truk bak terbuka, truk kontainer, truk tronton, truk box, dan dump truk. Masing-masing jenis truk pengangkut itu disesuaikan dengan jenis dan bentuk muatan yang diangkutnya, seperti cair, gas, dan padat.

Baca Juga : Transportasi Berkelanjutan dan Perubahan Iklim

Macam-macam B3 yang banyak diangkut di jalan raya:

1. Bahan Bakar Minyak

2. Gas

3. Bahan Kimia

4. Limbah B3


Bahan Bakar Minyak (BBM)

Bahan bakar minyak seperti dikemukakan di atas merupakan bagian terbesar dalan pergerakan angkutan B3 di jalan raya. Setiap tahun rata-rata diangkut 50-75 juta kilo liter bahan bakar dari berbagai jenis antara lain:

·         Bensin (Premium, Pertalite, Pertamax)

·         Minyak Tanah

·         Avtur

·         Solar

·         Oli Diesel

·      Aspal Curah dan Aspal Drum


Gas

Jenis B3 berbentuk gas banyak ditemukan di jalan raya dapat dikelompokkan atas:

·       LPG baik berupa tangki atau tabung

·      Non LPG seperti Oksigen, Nitrogen dan Chlorine


Bahan Kimia

Untuk bahan kimia umum, jumlah dan jenisnya sangat beragam baik berbentuk cair atau padat.

Jenis bahan B3 yang banyak diangkut di jalan raya adalah sebagai berikut :

·         Amoniak

·         Nitrogen

·         Cooper slag

·         Acrylonitril

·         Sterene

·         Monomer

·         N Buthyl Acrylat

·         Fly Ash

·         Coper Chlorida

·         Hydrogen Peroxyde

·         Bahan Peledak

·         Asam Klorida (HCl)

·         Belerang (sulfur)


Baca Juga : Pemanfaatan Kulit Singkong Sebagai Bahan Baku Bioetanol


Limbah B3

Jenis Limbah B3 juga banyak diangkut di jalan raya yang jenisnya juga beragam antara lain:

·         Sludge Oil dan Slope Oil (minyak bekas).

·         Pelumas Bekas, Minyak Kotor, Sludge Oil, Aki Bekas

·         Katalis

·         Acid Waste

·         Bae Wasted

·        Photograph Waste