Singkong
dengan nama ilmiah Manihot utilissima
atau ubi kayu
termasuk dalam kelas Dicotyledoneae. Di Indonesia, singkong
memiliki arti ekonomi terpenting dibandingkan dengan jenis umbi-umbian yang
lain. Selain itu kandungan pati dalam singkong yang tinggi sekitar 25 - 30%
sangat cocok untuk pembuatan energi alternatif. Bahkan kulit singkong dapat
menjadi bahan baku bioetanol.
Komponen
kimia kulit singkong adalah sebagai berikut: protein 8,11%, serat kasar 15,20%, pektin 0,22%, lemak kasar 1,44%, karbohidrat 16,72%, kalsium 0,63%, air
67,74% dan abu 1,86% (Akbar dkk, 2013). Pemanfaatan kulit singkong sebagai bahan baku
pembuatan bioetanol tentunya lebih menguntungkan, karena kulit singkong merupakan
limbah yang dalam pengadaannya tidak memerlukan biaya tinggi.
Baca Juga : Pengembangan Sawit di Era Revolusi Industri 4.0
Proses
pembuatan bioetanol meliputi persiapan bahan baku yang berupa proses hidrolisa
pati menjadi glukosa, proses fermentasi yang merubah glukosa menjadi etanol dan
karbon dioksida, dan pemurnian hasil dengan destilasi. Pemisahan senyawa dengan
destilasi bergantung pada perbedaan tekanan uap senyawa dalam campuran. Suhu
pada saat tekanan uap cairan sama dengan tekanan uap atmosfer disebut titik
didih. Etanol dapat dipisahkan dengan destilasi sederhana, etanol mempunyai
titik didih 78,3 oC pada tekanan 1 atm jika didestilasi maka akan
menguap dahulu.
Bioetanol
merupakan salah satu alternatif pengganti bahan bakar fosil. Bahan bakar fosil
adalah sumber daya tak terbarukan karena pembentukannya memerlukan jutaan
tahun. Masa pembentukannya yang sedemikian lama tidak seimbang dengan
pengambilannya yang sangat cepat, sehingga termasuk dalam kategori sumber daya
tak terbarukan.
Dalam
setiap kilogram singkong biasanya dapat menghasilkan 15 – 20% kulit singkong.
Kandungan karbohidrat kulit singkong cukup tinggi, sehingga memungkinkan untuk
digunakan sebagai bahan baku pembuatan bioetanol. Pengolahan limbah kulit
singkong dapat mengurangi limbah kulit singkong sebagai upaya pelestarian
lingkungan hidup. Dengan demikian, pengolahan limbah kulit singkong diharapkan
tidak hanya menjadi upaya pelestarian lingkungan hidup, akan tetapi juga
berpotensi menjadi bioetanol sebagai alternatif pengganti bahan bakar fosil
yang berguna di masa yang akan datang.